Liputan6.com, Jakarta Mantan Menteri Pertanian (Mentan) RI Syahrul Yasin Limpo (SYL) membantah kesaksian mantan anak buahnya, Kasdi Subagyono yang saat itu dihadirkan untuk menjadi saksi mahkota.
Kasdi menjadi saksi mahkota untuk SYL serta satu terdakwa lainnya yakni mantan Direktur Alat dan Mesin Pertanian (Alsintan) Muhammad Hatta.
Kesaksian yang dibantahnya itu terkait perintah menarik atau mengumpulkan uang dari para eselon I di lingkungan Kementerian Pertanian (Kementan) RI.
Advertisement
"Saya ingin sedikit menolak Pak Kasdi, minta maaf, saya merasa tidak pernah memerintahkan, baik kita berdua maupun ada Hatta, Imam, atau siapa pun, untuk cari uang, kumpul-kumpul uang, sharing-sharing. Saya tolak itu dan di persidangan ini harus jelas, saya tolak. Saya tdk biasa melakukan hal seperti itu," kata SYL dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta Pusat, Rabu (19/6/2024).
Menurutnya, meminta uang merupakan tindakan yang memalukan. Sehingga, hal itu disebutnya tidak akan mungkin dilakukannya.
"Tidak ada pertemuan khusus untuk membicarakan itu dengan Hatta dengan Imam, dengan apa, jadi saya tolak itu pak, tidak pernah ada seperti itu. Saya paling malu, minta maaf, minta-minta dan lain sebagainya," sebutnya.
"Oleh karna itu, kemudian saya tidak pernah aktif untuk meminta, atau memaksa," tambahnya.
Selain itu, SYL juga memastikan, jika dirinya tidak bisa melakukan pencopotan atau pergantian jabatan terhadap jajaran eselon I di Kementan RI.
Hal ini dipastikannya terkait dengan jabatan Momon Rusmono sebagai Sekjen di Kementan karena pensiun dan bukan karena dicopot.
"Kemudian menurut saya sampai hari ini, tidak ada org saya pecat, saya tidak biasa mengganti-ganri pejabat, mulai dari 30 tahun saya jadi pejabat, mulai dari Sekwilda, Bupati, Wakil Gubernur, tidak biasa. Saya biasa pakai oramg sampai akhir dan pensiun, dan ternyata itu terbukti dgn Momon dan Musyafak," pungkasnya.
Saksi Sebut BPK Minta Uang Rp12 Miliar
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) disebut meminta uang kepada Kementrian Pertanian (Kementan) RI sebesar Rp12 miliar. Permintaan uang ini diminta untuk memperoleh opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).
Hal ini terungkap dalam sidang lanjutan perkara gratifikasi dan pemerasan di Kementerian Pertanian (Kementan) RI di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi, Jakarta Pusat.
Awalnya, anggota majelis hakim melontarkan pertanyaan terkait berapa kali Sekjen Kementerian Pertanian (Kementan) RI Kasdi Subagyono atau jajaran Kementan RI bertemu dengan pihak BPK.
"Dalam rangka mengamankan laporan temuan laporan keuangan?," tanya anggota majelis hakim dalam sidang, Rabu (19/6).
"Opini WTP itu," jawab Kasdi yang juga merupakan saksi mahkota.
"Iya, pernah pertemuan dengan pihak BPK dalam rangka mengamankan itu?" tanya kembali lagi anggota majelis hakim.
"Pada saat itu pertama ada rapat dengan BPK, antara Pak Menteri dan seluruh eselon I datang ke sana, kemudian ada pembicaraan empat mata, saya tidak tahu isinya. Antara Pak Menteri dengan Anggota IV, Pak Haerul Saleh," jawab Kasdi.
"Nah kemudian setelah itu, kami diminta untuk antisipasi terkait dengan WTP ini, maka itu saya koordinasikan dengan eselon I, Yang Mulia," sambungnya.
Saat itu lah, Kasdi menyebut, terkait uang Rp12 miliar yang semula hanya meminta uang sebesar Rp 10 miliar.
"Pada saat posisi itu yang saya pahami memang ada beberapa yang sudah terjadi pertemuan antara Dirjen PSP dengan satu orang auditor, stafnya di BPK, Pak Victor namanya kalau saya tidak salah, itu sudah bertemu. Pada saat itu, dari situlah saya dapat info dari Dirjen PSP ada permintaan uang, permintaan uang sejumlah Rp10 miliar. Awalnya Rp10 miliar, kemudian tambah dua menjadi Rp12 miliar," ujar Kasdi.
"Untuk?" tanya anggota majelis hakim.
"Untuk mengamankan supaya mendapat WTP," jawab Kasdi.
Advertisement